Oleh: ghilast prast,SH
Yunani sebagai salah satu pusat peradaban kuno di eropa,
tidak berlebihan apabila disebut sebagai ”negeri
para filsuf”. Yunani kuno dengan budaya berpikir masyarakatnya yang cukup
tinggi memang telah melahirkan banyak sekali ahli filsafat. Para
ahli filsafat (filsuf) itu telah melakukan koreksi secara kritis terhadap pola pikir
lama yang berbau mite dan dongeng. Kemudian menggantinya dengan
yang lebih rasional. Terlepas benar atau tidaknya kesimpulan yang mereka
hasilkan dalam memandang suatu objek, pendekatan mereka yang mendayagunakan
akal harus mendapat penghargaan tersendiri. Bermula dari ”tradisi” mereka itulah lahir berbagai bidang ilmu yang memiliki
kerangka metodologis dan bersifat
ilmiah.
Apakah Filsafat itu?
Secara harfiah,
istilah filsafat itu berasal dari bahasa Greek
(yunani kuno), dari kata philosophia/filosofia. Kata ini
diturunkan dari kata kerja filosofein yang berarti ”mencintai kebijaksanana”. Namun arti
ini sesungguhnya belum merupakan hakikat filsafat yang sebenarnya sebab
mencintai di sini masih dilakukan secara pasif
saja.oleh karena itu kata filsafat lebih mengandung arti himbauan kepada
kebijaksanaan. Dari pengertian ini jelas bahwa kebijaksanaan yang dimaksud
belum diraih dan masih perlu diusahakan. Hal ini bermakna seorang filsuf adalah orang yang sedang mencari
kebijaksanaan.
Filsafat yunani
Seperti telah di kemukakan di atas, filsafat lahir
karena kemenangan akal atas mite-mite
dan dongeng-dongeng dalam memberi tahukan asal mula alam dan isinya. Para filsuf
adalah orang-orang pertama yang meragukan kebenaran mite-mite dan dongeng-dongeng yang berkembang dalam masyarakat Yunani
kuno. Mereka mencoba mencari jawaban dengan pikirannya terhadap suatu objek di
alam yang mengundang teka-teki dan tanda tanya. Sebagai contoh, menurut mite yang di yakini masyarakat Yunani
pada waktu itu, pelangi merupakan penjelmaan Dewa atau Dewi. Namun, Xenophenes
mengemukakan pendapatnya bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan.
Apa yang dikemukakan Xenophenes jelas mencerminkan suatu pendapat yang jauh
dari pengaruh mite. Ia telah
mendayagunakan akal dan pikirannya dalam memandang gejala alam yang berupa
pelangi. Pendekatan yang rasional ini akan menghasilkan suatu pendapat yang
dapat dikontrol, diteliti dengan akal, dan diperdebatkan kebenarannya. Berpikir
yang dilakukan oleh Xenophehes inilah yang dimaksud cara berfilsafat
Filsafat
Yunani, sejak kemunculannya (abad 6SM) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
·
Zaman filsafat
pra-Socrates;
·
Zaman filsafat
Socrates,Plato, dan Aristoteles;
·
Zaman filsafat
Hellenisme.
Perlu diketahui bahwa pengelompokan ini tidak
didasarkan atas masa hidup para filsuf.
Istilah pra-Socrates tidak menunjukan pada waktu para filsuf itu hidup, tetapi berarti bahwa filsafat mereka tidak
dipengaruhi oleh Socrates. Adapun filsuf-filsuf
yang termasuk dalam kelompok pra-Socrates, antara lain; Thales (625-545SM),
Anaximandros (610-540SM), Anaximenes (538-480SM), Phytagoras (580-500SM),
Parmenides (540-475SM), Zeno (490-430SM), Empedokies (492-432SM), dan
Anaxagoras (499-420SM).
Para filsuf yang
termasuk kelompok kedua ialah Protogoras (480-411SM), Gorgias (480-380SM),
Socrates (469-399SM), Plato dan Aristoteles (384-322SM). Objek pemikiran Socrates,
Plato dan Aristoteles akhirnya tidak hanya gejala alam, namun juga
masalah-masalah Negara, hubungan kemasyarakatan, logika, etika, cinta, dan
ketuhanan.
Sementara
itu, pada masa Hellenisme (kebudayaan yunani yang tersebar berakulturasi dengan
kebudayaan setempat) muncul berbagai aliran filsafat, seperti Skeptisisme, Epicurisme, Stoisme, dan Ghostik.
Salam…………
”ramuan
pengalaman dan imajinasi yang menarik, yang menjawab inti pertanyaan kita
tentang hubungan-hubungan antara gagasan sederhana, kendala dan kualitas
pendidikan”. Sapardi Djoko Damono (sastrawan dan guru besar Fakultas ilmu
budaya UI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar